here I am

#Sponsor Link Tilter
#Sponsor Link Tilter

Hujan masih mengguyur, membawa serta dingin yang usil menggelitik kulit. Aah, mestinya aku segera beristirahat sebagaimana penghuni rumah yang lain. Memalaskan diri dalam pelukan selimut di atas pangkuan kasur empuk. Tapi apa yang ku lakukan? Di tengah gejala flu yang mendera, sakit kepala, hidung tersumbat, bersin-bersin, dan tenggorokan yang gatal, sepasang mataku tak mau terpejam. Tak mau beralih dari layar 17 inchi ku. Jangan dikira aku tak minum obat. Tiga butir peringan gejala flu sudah aku telan dalam sehari. Obat yang konon kabarnya mempunyai efek menyebabkan kantuk tapi sama sekali tak berpengaruh.

Mata ini, sepasang mataku ini, belum mau terpejam. Padahal aku yakin aku bukan penderita insomnia. Tapi mengapa mataku masih enggan terpejam? Meski saat ku lirik empat digit angka di sudut layar telah menunjukkan jam tidurku. Ku ikuti saja ajakan mataku ini untuk terus menarikan jemari di atas keyboard. Sebenarnya kasihan juga keyboardku ini. Sudah seharian tadi aku pijat-pijat tak karuan. Apalagi layar monitor yang ku hadapi ini, terus menerus ku paksa melotot padaku. Kalau dia bisa bicara, pasti dia akan memaki-maki dan bilang bahwa dia bosan melihatku seharian ini.

Di sela-sela dendang hujan, ku dengar langkah kaki perlahan. Makin lama-makin mendekat. Pikiran-pikiran buruk mulai melintas. Seperti iklan-iklan di tv. Ku hentikan sejenak tarian jariku. Mempertajam pendengaranku, memastikan bahwa itu hanya perasaanku saja. Deg! Jantungku seperti terhenti beberapa detik saat ada ketukan di pintu kamarku. Tok..tok..tok..! Ketukan yang berirama datar namun teratur. Aku ingin melangkah mendekatinya namun nyali yang kusiapkan kian ciut.

“Dew, belum tidur?” terdengar suara mama dari arah pintu. Huuuft…! Sialan! Aku ditakuti oleh ketakutanku sendiri.
“Belum, Ma. Sebentar lagi.” sahutku.
“Jangan tidur larut malam, kasihan mata kamu. Dari tadi beradu dengan layar komputer,”
“Iya, Ma”

Andai saja Mama tahu bahwa mataku lah yang mengajak terus berada di depan komputer. Mengajakku terus berolahraga jari di atas keyboard. Berkali-kali mulutku menguap sedang mataku masih belum mau beranjak. Mengapa keduanya tak mau bersinkronisasi? Membentuk sebuah kekompakan untuk membawaku dalam rangkaian mimpi indah. Sempat terpikir untuk menelan kembali sebutir terakhir obat peringan flu yang ku beli di warung tadi pagi. Urung ku lakukan pikiran itu.

Baiklah. Sejujurnya ada rasa enggan dalam hati untuk tidur saat hujan turun. Bukan karena takut petir saat tidur sendiri. Hanya saja aku merasa sayang untuk meninggalkan pementasan atraksi dendang hujan. Mendengarkan tetesannya bertabuhan bertalu menimpa atap rumah. Serta gemericiknya saat membasuh kerikil-kerikil di emperan di bawah jendela. Menatap pantulan cahaya lampu pada setiap lompatannya.

Hujan di luar masih terus mengguyur, bersama dingin yang kian menusuk. Sedangkan sepasang mataku masih urung untuk mundur dari depan layar. Mungkin hari ini sepasang mataku dan layar monitor sedang saling jatuh cinta. Sehingga sulit untuk memisahkan keduanya. Mengajakku terus mendendangkan kata demi kata mencipta tarian jari kemudian menyusunnya dalam barisan-barisan kata.

Di luar hujan masih menguyur dan dingin masih mengiringi. Sepasang mataku masih belum terpejam menyambut mimpi. Hingga tulisan ini berakhir pada sebuah titik.

0 comments: